Jumat, 22 Juni 2018

Data Mining Concepts and Techniques

Buku ini mempelajari konsep data mining dengan sangat kompersensif, sangat lengkap. pendekatan clasifikasi, cluster, asosiasi di kupas sehingga bagi mahasiswa yang mempelajari buku ini akan dapat memahami esensi data mining secara teoritis dan praktiknya.
klick Download untuk mengunduh ebook buku lengkap.

Minggu, 17 Desember 2017

ANALISIS PENERAPAN SINYAL MECHANOMIYOGRAM UNTUK MEMONITORING FUNGSI OTOT


  1. Latar Belakang

Otot merupakan jaringan yang ada didalam tubuh manusia, berupa alat gerak aktif yang menggerakkan tulang sehingga menyebabkan suatu organism individu dapat bergerak (Artikelsiana, 2014). Pada saat ada bagian tubuh yang tidak bisa berfungsi akibat terganggunya saraf otot, hal ini membuat problem ketika ingin melakukan proses diagnosis dan maupun treatment sebab posisnya berda dalam organ dalam tubuh manusia. Sehingga dibutuhkan suatu pendekatan bioelektrositas dimana secara terminologi bioelektrisitas merupakan listrik-listrik yang berasal dari organ-organ tubuh makhluk hidup. Sinyal otot sendiri dikenal dengan nama mechanomyogram (MMG) adalah sinyal mekanik yang di amati dari permukaan otot, pada permulaan kontraksi otot. Mechanomyogram telah diterapkan secara luas dalam praktek klinis dan eksperimental untuk memeriksa karakteristik otot termasuk fungsi otot, bilamana digunakan untuk memproteksi, pemerosesan sinyal, latihan fisiologis, dan rehabilitasi medis (Islam, Sandraj, Ahmad, & Ahamed, 2013).

Dengan adanya sinyal mechanomyogram ini dapat memberikan informasi yang dapat merepresentasikan fungsi otot, sehingga hal ini dapat membantu bidang kesehatan dalam melakukan tindakan medis lebih baik dan akurat. Sebagaimana pada sub implementasi mechanomyogram, akan di paparkan beberapa penelitian terkait dengan pengolahan dan analisis sinyal mechanomyiogram sehingga menjadi informasi yang dapat digunakan dalam bidang perawatan kesehatan.

2. Implementasi Mechanomyogram
Secara prinsif mecanomiyogram membrikan suatu ransangan atau stimuli sehingga dapat dideteksi secara elektonik, misalkan ketika ingin memperkirakan kekuatan fleksi siku sebagaimana penelitian yang dilakukan (Youn & Kim, 2011) pengaturan digunakan untuk melakukan percobaan fleksi siku isometric dimana menggunakan model ANN untuk memperkirakan kekuatan fleksi siku dari MMG di bawah kontraksi otot isometric. Selanjutnya dilakukan suatu pengembangan teknik MMG (Uchiyama, Saito, & Shinjo, 2015) dimana MMG yang ditimbulkan untuk mengidentifikasi dan memperkirakan kekuatan otot selama bersepeda. Metode yang digunakan adalah singular value decomposition method dimana memiliki hasil selama latihan bersepeda pada suhu 40 dan 60rpm, metode tersebut memberikan kekakuan otot sebanding dengan beban kerja pada sudut  pada fase turun. Kekakuan otot adalah 186-626 N/m.
Selain itu dapat juga digunakan dalam mendeteksi selama kontraksi otot. Sebagai pengendalian gerakan tangan ismometrik dari otot yang berbeda. Hasilnya dapat digunakan untuk membantu tindakan amputasi, sistem rehabilitasi menuntun orang tua atau orang lemah dalam rehabilitasi dengan mengendalikan alat bantu robot untuk membawa barang-barang berat (Ding, Zeng, Zhou, Shen, & Dan, 2017) membangun pattern recognition dengan memanfaatkan sinyal mechanomyogram untuk memprediksi niat gerakan jari.

3. Kesimpulan
Penerapan sinyal mechanomyogram sebagai representasi untuk mengambarkan kejadian pada otot telah banyak diterapkan dalam membantu bidang kesehatan. Sinyal mechanomyogram menjadi stimuli yang baik untuk memberikan peluang agar bisa dideteksi oleh sensor. Sehingga proses kinerja pada otot lebih mudah dimonitoring. Selain itu juga dapat digunakan sebagai pendukung dalam memebrikan tindakan medis seperti amputasi dan rehabilitasi, juga dapat membantu dalam merancang pattern recognition dimana niat dari jari tangan dapat menggerakan robot dalam membantu memikul benda yang berat.

Daftar Bacaan
Artikelsiana. (2014, Desember 2). Pengertian Fungsi dan Macam-Macam Otot Manusia. Retrieved Desember 16, 2017, from Artikelsiana: http://www.artikelsiana.com/2014/12/pengertian-fungsi-macam-macam-otot.html
Ding, H., Zeng, L., Zhou, Y., Shen, M., & Dan, G. (2017). Mention Intent Recognition of Individual Based on Mechanomyogram. Pattern Recognition Letters , 8.
Islam, A., Sandraj, K., Ahmad, B., & Ahamed, N. U. (2013). Mechanomyogram for Muscle Function Aseesment A Review. Plos Computational Biology , 1.
Uchiyama, T., Saito, K., & Shinjo, K. (2015). Muscle Stiffness Estimation Using a System Identification Technique Applied to Evoked Mechanomyogram During Cycle Exercise. Jornal of Electromyography and Kinesiology , 7.
Youn, W., & Kim, J. (2011). Feasibility of Using an Artificial Neural Network Model to Estimate The Elbow Flextion From Mechanomyography. Journal of Neuroscience Method , 8. 

Sabtu, 16 Desember 2017

Implementasi SNOMED CT Sebagai Konsep Pembuatan Aplikasi Medis

A. Latar Belakang
          Teknologi informasi dibidang kesehatan dari masa ke masa selalu memiliki perkembangan, sebab kinerja di bidang kesehatan selalu di tuntut agar memberikan pelayanan yang baik lebih akurat, cepat dan tepat. Hal demikian terbukti dari banyaknya peneliti yang melakukan kajian, diperkuat oleh semakin banyaknya vendor yang memproduksi sistem atau peralatan medis yang bertujuan untuk memudahkan tugas pelayanan kesehatan. Akan tetapi hal tersebut sering kali berlaku sebaliknya ketika pengguna akan disulitkan oleh keterbatasan berbagi informasi, apabila salah satu pengguna ingin berkolaborasi dalam memecahkan permasalahan secara bersama-sama dengan pemberi layanan yang lainya. Hal tersebut terjadi ketika alat yang digunakan diproduksi oleh vendor yang berbeda, vendor seringkali memproduksi sistem atau alat yang tidak persis sama dengan vendor yang lainya meskipun kegunaan alat tersebut sama, mesti ada hal yang membedakan, hal ini sering kali menyulitkan penggunanya.
          Masalah interoperability menjadi hambatan dalam kasus tersebut, oleh sebab itu dibangun sebuah standar yang diatur secara sistematis yang menyediakan kode, istilah sinonim dan definisi yang digunakan dalam mendokumentasikan pelaporan klinis (Snomed, 2007). SNOMED CT memiliki tujuan untuk melakukan pengkodean makna yang digunakan dalam informasi kesehatan guna mendukung pencatatan data klinis yang efektif guna memperbaiki layanan terhadap perawatan pasien. Banyak peneliti maupun vendor menggunakan SNOMED CT sebagai standar dalam merancang maupun membuat suatu sistem atau perangkat yang digunakan dalam bidang medis.
          Pada sub akan implementasi akan di paparkan terkait beberapa penelitian terdahulu, dimana dalam membangun sistem ataupun aplikasi medis mengacu pada standar yang terdapat di SNOMED CT, hal ini digunakan untuk mendukung interoperabilitas antar satu sistem dengan sistem yang lainya, sehingga aplikasi yang dibuat bisa terintegrasi dan bisa membangun persepsi maupun pemaknaan yang sama terhadap data yang didapat. 

B. Implementasi
          Pada bagian ini akan dipaparkan bagaimana SNOMED CT di implementasikan sebagai suatu konep pembuatan sistem (aplikasi) yang di terapkan dalam praktek kesehatan, baik dalam hal diagnosis, operasi dan treatment serta tindakan preventive. Bahkan Penggunaan konsep SNOMED CT telah digunakan Negara-negara maju seperti amerika serikat, Inggris, kanda, Selandia Baru, dan Kanada. Penerapan dalam membangun aplikasi yang mendukung tersedianya alur kerja dalam operasi bedah saraf (Neuman, Schreiber, & Neumuth, 2016) dimana membangun sebuah konsep generic model proses yang dikalukan dalam operasi bedah saraf, ada 21 alur operasi bedah saraf yang didapat di Rumah Sakit Universitas Leipzig, dimana alur yang dibuat mengadopsi domain yang terdapat di SNOMED CT, terdapat entitas maupun atribut yang tersedia. Sehingga menghasilkan 5 tupel untuk aktivitas operasi yang berisi tindakan bedah, actuator, struktur anatomi yang dirawat dan jenis intervensi dan fase yang dipertimbangkan dalam proses operasi serta pengobatan yang diberikan pada pase opersi. Dengan mengimplementasikan SNOMED CT sebagai suatu konsep untuk membangun pengetahuan proses bedah, maka sistem menjadi interoperable dapat digunakan kembali pada sistem yang lainya meskipun dibuat oleh vendor atau isntitusi yang berbeda.
          Pada penelitain yang lainya juga SNOMED CT digunakan mengintegrasikan ICD10 dengan ICD03 guna membangun sistem untuk diagnosa penyakit kangker (Nikema, Jouhet, & Mogin, 2017) pada penelitian ini digunakan data yang dikumpulkan secara terus menerus dan secara sistematis dari berbagai fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Laboratorium, patologi, dan lain-lain) informasi berupa sosio demografi pasien dan histologist yang mencakup karakteristik kangker, dimana ICD10 digunakan secara independent untuk merekam data kesehatan dan mengekspresikan diagnosis scara keseluruhan sehingga konsep yang di rekomendasikan sesuai, sementara ICD03 untuk mengungkapkan diagnosis lengkap yang harus di catat, sebab di ICD03 tidak ada aturan untuk dikombinasikan dengan ICD10  sehingga tidak dapat melakukan pemetaan, sehingga membutuhkan dukungan SNOMED CT dengan penalaran ELK reasoning. Dengan sistem yang terintegrasi tersebut memberikan pengayaan pengetahaun pada basis pengethuan sehingga sistem diagnosia yang dihasilkan bisa memberikan hasil yang lebih akurat. Selanjutnya konsep SNOMED CT juga dapat digunakan dalam mengelola data warehouse pasien (Cambell, Pedrsen, McClay, Rao, Bastola, & Cambell, 2015) diadopsi untuk pembuatan model yang menghasilkan pencarian yang lebih konfleks dan proses yang dilakukan tidak menjadi lamban. Pada penelitian ini mengintrusikan database grafik (database DB) dengan model SNOMED kemudian digunakan 461.171 anatomi rekaman pasien, kemudian di jalankan di database grafik dan database relational oracle (RDBMS) kemudian diisi dengan data laboratorium menggunakan LONIC, dan juga data pengobatan.  Populasi yang dibangun dengan grafik DB dengan model SNOMED memilkiki data dengan daftar maslah, hasil laboratorium dan rekam medis memiliki kecepatan pada proses quey jika dibandingan dengan RDBMS jika mengelola data yang sama. Sehingga hal tersebut mengkonfirmasi bahwa repository data klinis dapat dibuat dengan terminology yang konfleks tanpa mengurangi proses kecepatan.
          Dengan mengimplementasikan konsep SNOMED CT pada suatu sistem diagnosa, akan menjadikan sistem memiliki fungsi multi deteksi, artinya jenis penyakit tidak mampu mendiagnosa penyakit secara tunggal, artinya sistem dapat mendiagnosa lebih dari satu jenis penyakit yang memiliki karakteristik dengan proses deteksi yang rumit, seperti penyakit kangker dengan berbagai tipe dan letaknya. Pada penelitian (Ali, et al., 2017) membangun sistem dapat mendukung dan membantu keputusan dokter selama pasien dirawat, keputusan dalam bentuk rekomendasi, peringatan, diagnosa, pengobatan dan administrasi pengobatan. Pada penelitian tersebut menggabungkan VRM dengan SNOMED CT dalam pembuatan Medical Logic Module (MLM) sehingga dapat meningkatkan proses kinerja pada saat sharable dan interoperability terhadap sistem yang dibangun. Dimana kasus yang digunakan adalah kangker kepala dan kangker leher. SNOMED CT dan Domain Clinical model (DCM) dapat mempermudah untuk interface sistem dalam penulisan aturan, sementara MLM mendukung pada data sharable dan interoperabilitas sistem.

C. Kesimpulan
          Jika meninjau beberapa kajian yang telah dipaparkan di atas, bahwa konsep SNOMED CT menjadi sangat urgent keberadaanya untuk membangun sistem dibidang kesehatan. Sebab terdapat banyak terminology tentang domain penyakit dan atribbut-atribut yang dibutuhkan pada saat membangun suatu sistem yang sharable dan interoperable. Dapat digunakan sebagai konsep dalam memetakan antar standar, dimana diantara standar tersebut dapat salingg mengadopsi fitur, hal tersebut berfungsi untuk memperkaya pengetahuan sehingga sistem yang dibangun memiliki sensitifitas dan akurat dalam mendeteksi keberadaan suatu penyakit, tepat dalam memberikan rekomendasi, cepat dalam memberikan suatu peringatan serta akurat dalam memberikan saran. 

DAFTAR BACAAN
Ali, T., Hussain, M., Khan, W. A., Afzal, M., Hussain, J., Ali, R., et al. (2017). Multi Model Based Interactive Authoring Environment for Creating Shareable Medical Knowledge. Computer Method and Program in Biomedicine , 8.
Cambell, S., Pedrsen, J., McClay, J., Rao, P., Bastola, D., & Cambell, J. (2015). An Alternatve Database Approach for Management of SNOMED CT and Improve Patient data Query. Journal of Biomedical Informatics , 8.
Neuman, J., Schreiber, E., & Neumuth, T. (2016). Ontology Based Surgical Process Modeling by Using SNOMED CT Concepts and Concept Model Attributes. Conference 30th International Congress and Exibition f. Computer Assisted Radiology and Surgery , 3.
Nikema, J. N., Jouhet, V., & Mogin, F. (2017). Integrated Cancer Diagnosis terminologies Based on Logical Definition of SNOMED CT Concept. Journal of Biomedical Informatics , 10.
Snomed. (2007, April 12). What is SNOMED CT. Retrieved Desember 16, 2017, from SNOMED International, Leading Healtcare Terminology Worldwide: https://www.snomed.org/snomed-ct/what-is-snomed-ct


Rabu, 15 November 2017

Membuat applikasi chating Sederhana dengan JAVA

dalam era melenia ini aplikasi chat begitu marak digunakan disetiap smartphone maupun pada desktop PC. berbagai jenis aplikasi chat yang bersaing dengan berbagai macam fitur yang tersedia, misalkan Whatsapp aplikasi chat sejuta umat, WeChar, Line, BBM, Emo, Betalk dan lain sebagainya. namu pada kali saya akan mengulas bagaimana konsep aplikasi chat dibuat.

Rabu, 11 Oktober 2017

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Perceptron dengan JAVA



Aturan belajar (learning) perceptron lebih handal jika di banding aturan heb (heb rule). Dengan asumsi yang sesuai prosedur belajar interatifnya, dapat dibuktikan dengan konvergenya ke bobot yang benar, yakni bobot yang memungkinkan jaringan menghasilkan nilai output yang benar untuk setiap pola input pelatihan (Hermawan, 2006).

Senin, 04 September 2017

ONTOLOGY SEBAGAI KONSEP PEMBUATAN KOMPUTER CERDAS MASA KINI



Kemampuan komputer dalam menyelesaikan suatu permasalahan sejatinya sudah familiar dirasakan, kemampuan komputer dalam menyelesaikan permasalahan yang relative cepat dan memiliki konsistensi yang linier membuat komputer menjadi alat yang handal dalam pengambilan suatu keputusan. Bahkan dalam implementasinya komputer sejatinya mampu mengikuti pola kerja manusia, alih-alih memindahkan albert einstein dalam sebuah alat yang mampu bekerja secara go on (terus-menerus). Hal ini sering kali kita kenal dengan istilah Jaringan Syaraf Tiruan (JST), yang memiliki makna system komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologi di dalam otak.


Gambar 1.1 Ilustrasi Jaringan Syaraf Tiruan

JST dapat digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi nonlinier, klasifikasi data, cluster dan regresi non parametric atau sebagai sebuah simulasi dari koleksi model syaraf biologi (Kristanto, 2004).
            Komputer sebagai problem solving menjadi vital dari kalangan bisnis, karena kemampuanya dalam memprediksi dan memberikan rekomendasi. Satu lagi hal yang menarik dalam komputer masa kini adalah kemampuan komputer dalam berfilsafat hal ini dijelaskan dalam terminology ontologi. Ontology menjadi bagian dari pendekatan yang baru dalam membangun system cerdas karena ontology memiliki beberapa karakteristik seperti tertera dalam definisinya, shared conceptualization and formal explicit specification. shared conceptualization berarti bahwa ontologi berisi abstraksi dari pengetahuan yang merupakan bentuk persetujuan umum yang diterima oleh komunitas dan masyarakat luas. Formal and explicit specification berarti bahwa ontologi merepresentasikan pengetahuan menggunakan bahasa formal, secara deklaratif dan eksplisit.
            Ontology bisa di terapkan pada bermacam-macam domain, termasuk dalam bidang medis. Paradoksnya bidang medis dikenal memilki domain yang sulit difahami oleh karena itu ontology sebagai sebuah pendekatan domain akan memudahkan dalam hal ini. Walapun telah ada sumber pengetahuan medis masyarakat dimungkinkan mengalami kendala dalam memahami dan menggunakan konten di dalamnya. Hal ini dapat disebabkan tiga hal; (i) tidak adanya lokalisasi pengetahuan; (ii) kurangnya pengetahuan local yang adal di dalamnya; (iii) cakupan pengetahuan yang sangat besar sehingga mempersulit pencarian pengetahuan yang sfesifik (Fudholi, 2017).
            Melihat terminology ontology secara umum filusuf Aristoteles memperkenalkan ontology sebagai metafisik (sesuatu setelah fisik). Sebagai pencarian dari penggasan dimana segala pengetahuan adalah terkait dengan penggagasan baik secara tersirat maupun tersirat (Harjono, 2008) Burcu Yildiz dan Silvia Miksch memberikan ide agar terjadi integrasi mulus ontology dalam penerapanya dalam system informasi. Ontology dapat digunakan sebagai alat perkaya pengetahuan. Di kemukakan gagasan pengelolaan ontology melalui ontology manajemen modul (OMM) yang dapat dibagi menjadi 3 bagian:
1.         Penciptaan ontology, diwujudkan dengan bahasa tertentu dan sifatnya automatis. Tingkat keyakinan (confident level) sebagai ukuran keabsahan dalam proses otomatisasi.
2.         Integrasi ontology yaitu OMM didasarkan dalam bentuk model abstrak sehingga berbagai pengetahuan dalam bermacam-macam Bahasa dapat digabungkan.
3.         Harus mampu menyesuaikan diri berdasarkan perubahan data. Data ini berupa kumpulan file atau dokumen sesuai bidangnya.


memetik ilustrasi yang telah di jelaskan diatas bahwa konsep kompter cerdas akan semakin akurat sebagai alat pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, hal demikian karena ontology sebagai konsep dalam transformasi pengetahuan bersifat flaxibel dan mendetail. Sehingga masalah berserta solusi dan rekomenasi tersipan dalam store. Hal ini akan memudahkan proses implementasi dalam aspek pengkodean program dimana akan terbentuk model digital sebagai simulasi dari representasi permasalahan yang ingin dipecahkan.

Daftar Bacaan

Kristanto, A. (2004). Jaringan Syaraf Tiruan Konsep Dasar Algoritma dan Aplikasi. Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia.
Fudholi, D. H. (2017). Penerapan Ontologi Bidang Medis dalam Sistem Pelayanan Kesehatan . Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) , VIII, 4.
Harjono. (2008, April 1). Ontologi Dalam Sistem Informasi. Retrieved September 4, 2017, from Maykada Harjono di Waru Doyong: https://oguds.wordpress.com/2008/04/01/ontologi-dalam-sistem-informasi/




Selasa, 23 Mei 2017

Clastering dengan K-Means menggunakan Bahasa pemerograman R


Pada era informasi saat ini tentu keberlimpahan data sebagai dasar informasi sudah begitu monoton, sehingga pertanyaanya adalah data banyak tersebut kita mau apakan. Nah dalam era big data-data tersebut diolah sehingga memiliki makna yang berarti. Lalu pemaknaan data tersebutlah yang memberikan suatu informasi yang berguna bagi institusi tertentu mupun individu secara umum sebagai suatu keputusan, hal ini dikenal dengan nama data mining.
Gambar 1.1 Kajian yang masuk dalam data mining (Santosa, 2007)

Teknik klasater adalah merupakan teknik yang sudah cukup banyak dikenal dan banyak dipakai dalam data mining. Tujuan utama dalam metode klaster adalah pengelompokan jumlah data /objek kedalam goup sehingga dalam klaster kita bias menempatkan objek yang mirip (jaraknya dekat) dalam satu klaster dan membuat jarak antar klaster sejauh mungkin. Dalam teknik ini kita tidak tahu sebelumnya berapa jumlah klaster dan bagaimana pengelompokanya. Klastering adalah salah satu teknik unsuvervised learninf dimana kita tidak perlu melatih metode tersebut atau dengan kata lain tidak ada fase learning.
Sebelum membahas teknik clastering secara tekhnis terlebih dahulu kita harus mengetahui konsep kemiripan dan ketidak miripan. Artinya semakin mirip dua objek semakin tinggi peluang untuk di kelompokkan dalam satu klaster. Sebaliknya semakin tidak mirip semakin rendah peluang untuk di kelompkkan dalam satu klaster. Ada beberapa metode yang digunakan dalam hal ini.

  1. Cosinus antara dua titik x dan y didifinisikan

2. Kovarian
3.  Kefedsien korelasi

Pada metode kovarian dan koefesien korelasi disarankan untu merujuk ditinjauan pustaka, agar pembaca lebih memahami secara detail terkait konsep kemiripan dan ketidak miripan

Teknik klastering yang akan di gunakan pada kasus ini adalah k-means yang merupakan suatu metode yang cukup sederhana dalam pengelompokan data, algoritma k-menas klastering bias diringkas sebagai berikur:
 Tentukan jumlah cluster
- Alokasikan data ke dalam cluster secara random
- Hitung centroid/rata-rata dari data yang ada di masing-masing cluster Alokasikan masing-masing data ke centroid/rata-rata terdekat
-Kembali ke Step 3, apabila masih ada data yang berpindah cluster atau apabila perubahan nilai centroid, ada yang di atas nilai threshold yang ditentukan atau apabila perubahan nilai pada objective function yang digunakan di atas nilai threshold yang ditentukan.
Implementasi K-Means denga pemerograman R
a.       Pastikan pemerograman R sudah terinstall kalau belum silahkan download https://cran.r-project.org/bin/windows/base/
b.      Untuk mempermudah gunakan editor R-Studio silahkan download https://www.rstudio.com/products/rstudio/download/
c.       Lalu install package NbClust
d.      Data yang akan di pakai, saya menggunakan data : jika tidak memiliki data sebagai latihan pakai data ini Download  


    Saya asumsikan kelengkapan a sampai dengan d sudah ada di PC masing-masing, selanjutnya kita akan melakukan uji pada metode k-means.
1.      Bukalah program R atau R studio yang sebelumnya di install tadi,  berikut adalah tampilah utama R-Studio.

1.      Masukkan data yang akan di uji
Berikut adalah codingnya
kesehatanIbu<-read.csv(file.choose(), header = TRUE)

2.      Ambil hanya kolom yang akan di klaster
kes_ibu<-kesehatanIbu[,3:9]
kes_ibu
P1     P2    P3    P4    P5    P6     P7
1   90.54  81.83 80.11 79.53 66.65 18.00  49.34
2   92.60  86.32 94.15 84.29 27.38 59.86  38.57
3   94.79  82.70 82.11 81.06 76.63  9.94  56.11
4   88.65  80.37 79.54 82.72 57.58 20.15  28.76
5   98.89  93.39 91.08 91.06 49.22 42.71  84.54
6   90.91  87.59 86.30 86.38 36.30 52.06  61.74
7   97.00  91.02 87.77 90.92 58.30 32.76  69.72
8   95.78  89.62 84.15 83.53 60.32 25.85  62.81
9   96.15  90.04 88.02 84.37 91.14  0.00  85.35
10  94.09  88.61 85.34 81.67 89.23  0.12  58.74
11  99.92  96.01 94.64 94.79 96.22  0.97  82.76
12  96.84  89.13 87.33 90.48 80.08  7.46  81.62
13  99.60  93.11 92.37 92.49 95.02  4.15 101.05
14 100.00  92.81 94.54 91.59 99.46  0.50  89.69
15  96.19  88.66 91.15 84.94 91.32  1.14  91.48
16  93.76  84.53 89.60 61.36 78.08 14.31  81.91
17  98.59  94.15 93.85 95.01 97.17  0.49  77.18
18  83.67  76.24 74.05 92.42 67.27  7.47  91.00
19  85.93  61.78 69.11 74.18 67.69 10.25  52.12
20  94.79  85.99 82.03 85.08 53.39 30.85  62.81
21  95.63  87.25 88.01 81.32 46.31 43.81  50.12
22  98.31  82.65 87.27 79.79 55.78 33.59  86.37
23 102.25  89.42 85.84 80.87 85.87  6.08  84.08
24  99.79  87.39 90.98 90.22 79.72 16.44  59.26
25 102.91 102.91 79.96 80.21 74.73  8.30  82.12
26  87.93  76.68 74.91 70.42 62.40 14.49  51.58
27  99.12  91.22 89.49 88.93 81.96 10.82  73.98
28  96.14  81.41 83.98 79.01 53.38 32.43  49.82
29 100.40  89.32 84.27 85.21 89.25  0.90  73.04
30  94.16  78.21 80.60 78.89 80.74  7.01  54.01
31  55.93  47.87 43.39 62.51 32.83 14.07  31.39
32  80.28  70.19 68.60 80.41 53.87 13.47  50.69
33  75.67  39.74 29.13 32.46 35.79  8.95   9.61
34  79.13  49.67 38.61 49.12 12.97 50.18  29.54
 
3.      Klaster menjadi 2 kelompok
stats::kmeans(kes_ibu, 3)
hasilnya akan tampak
K-means clustering with 3 clusters of sizes 17, 14, 3
 
Cluster means:
        P1       P2       P3       P4       P5        P6       P7
1 97.19000 89.08588 87.30235 85.55941 85.52294  5.652941 77.84588
2 92.38429 82.57786 82.64357 82.04571 53.46929 30.734286 57.07071
3 70.24333 45.76000 37.04333 48.03000 27.19667 24.400000 23.51333
 
Clustering vector:
 [1] 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 1 3 2 3 3
 
Within cluster sum of squares by cluster:
[1]  7324.494 10242.742  2537.575
 (between_SS / total_SS =  68.5 %)
 
Available components:
 
[1] "cluster"      "centers"      "totss"        "withinss"     "tot.withinss" "betweenss"    "size"        
[8] "iter"         "ifault"  
 
4.      Membuat jarak dengan nama matrix_ibu
matrix_ibu<-stats::dist(kes_ibu, method = "euclidean")
matrix_ibu
 
5.      Membuat hierarchical agglomerative clustering:
6. Call:
7. stats::hclust(d = matrix_ibu, method = "ward.D")
8.  
9. Cluster method   : ward.D 
10.  Distance         : euclidean 
11.  Number of objects: 34 

6. Menampilkan dendogram

7.         Mengelompokkan hasil cluster, misal dlm 3 cluster:
grouping<-cutree(hclust_ibu, k=3)
grouping
[1] 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 
2 2 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 1 3 1 3 3
8. Menampilkan hasil dendogram dgn kotak merah untuk 3 cluster:
jika ada yang kurang jelas mohon di komentari atau 
bisa memalui email: laluallistio@gmail.com